Kartini dan Api Perjuangan di Tangan Pemimpin Perempuan Masa Kini

Setiap tanggal 21 April, kita kembali dihadapkan pada sebuah cermin sejarah yang memantulkan wajah perempuan-perempuan pejuang: Hari Kartini. Ia bukan sekadar tokoh dalam buku sejarah, tetapi simbol kesadaran dan kebangkitan perempuan Indonesia. Ia adalah perempuan yang berani bermimpi dan menulis di tengah gelapnya penjajahan, di saat suara perempuan nyaris tak terdengar dan ruang gerak mereka dipagari oleh adat serta kebisuan.

Kartini menulis dari balik jeruji sosial dan budaya. Di tengah keterbatasan ruang, ia menenun kata-kata menjadi nyala harapan. Surat-suratnya bukan sekadar curahan hati, tapi senjata perubahan. Dengan pena, ia melawan ketidakadilan. Dengan kalimat, ia menginspirasi kebangkitan. Dengan mimpi, ia membuka jalan bagi perempuan generasi selanjutnya untuk menjadi terang dalam segala bidang kehidupan, termasuk dunia pendidikan.

Hari ini, kita hidup dalam dunia yang telah banyak berubah. Tapi semangat Kartini justru harus lebih menyala. Perjuangan belum selesai. Dalam dunia pendidikan, terutama di bawah naungan LP Ma’arif NU Jombang, saya menyaksikan semangat Kartini menjelma dalam sosok-sosok kepala sekolah dan kepala madrasah perempuan yang luar biasa. Mereka bukan hanya pemimpin administratif, tapi penggerak perubahan. Mereka hadir dengan kasih sekaligus ketegasan. Mereka memimpin dengan hati dan visi.

Sebagai Ketua LP Ma’arif NU Jombang, saya menyaksikan para Kartini masa kini berdiri gagah di ruang-ruang kelas, di balik meja rapat, di antara tumpukan program dan laporan, sembari tetap mengayomi rumah dan keluarga. Mereka memikul tanggung jawab ganda tanpa kehilangan arah dan makna. Mereka tidak menunggu untuk didengar—mereka menyuarakan gagasan. Mereka tidak menunggu ruang dibuka—mereka menciptakan ruang itu sendiri.

Kartini masa kini adalah perempuan yang tak hanya bisa bicara, tetapi juga bergerak. Ia bisa menulis rencana kerja, menyusun program strategis, memimpin rapat, dan di saat yang sama mengelus kepala anaknya sebelum berangkat sekolah. Ia multitugas bukan karena harus, tapi karena mampu. Dan itulah kekuatan seorang perempuan pemimpin: ia tidak hanya membawa kecerdasan logika, tapi juga ketulusan nurani.

Mari kita rawat dan terus kobarkan semangat Kartini di dalam diri setiap pemimpin perempuan. Mari tegaskan bahwa menjadi perempuan bukan alasan untuk berhenti bermimpi dan memimpin. Justru karena kita perempuan, kita tahu rasanya berjuang. Karena kita perempuan, kita tahu bagaimana menghidupkan ruang dengan cinta dan keberanian.

Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan hebat, khususnya para pemimpin perempuan di lingkungan LP Ma’arif NU Jombang. Kalian bukan hanya penerus Kartini tapi kalian adalah Kartini itu sendiri.

Oleh: Mamik Rosita (Ketua LP Ma’arif NU dan Ketua Pokjawas PAI Kemenag Jombang)

Related posts

Leave the first comment